Penulis: Freddy Langgut
LABUANBAJOINFO.COM – Beberapa hari lalu, viral sebuah video memperlihatkan seorang pengemudi ojek online (ojol) ditabrak kendaraan aparat saat demonstrasi berlangsung di Jakarta. Pengemudi itu terpental, terseret, dan terkapar. Ia bukan demonstran. Ia bukan pengacau. Ia hanyalah pekerja harian yang mencari nafkah, korban dari kekerasan yang seharusnya tidak terjadi.
Kejadian ini bukan sekadar kecelakaan. Ini adalah bukti nyata kegagalan negara dalam melindungi warganya, khususnya kelompok paling rentan. Ironisnya, sampai hari ini belum ada permintaan maaf resmi dari aparat, belum ada investigasi terbuka, belum ada pertanggungjawaban. Diamnya negara memperjelas satu hal: rakyat kecil masih dipandang sebelah mata.
Dalam sistem demokrasi yang sehat, aparat keamanan tidak hanya bertugas menjaga ketertiban, tapi juga menjamin keselamatan seluruh warga negara, termasuk mereka yang tidak terlibat dalam aksi. Kekerasan yang menimpa ojol ini memperlihatkan bahwa pendekatan represif masih menjadi refleks utama aparat dalam menangani situasi sosial.
Pekerja informal seperti ojol adalah simbol dari ketangguhan rakyat kecil. Mereka hidup dalam ketidakpastian, tanpa jaminan sosial memadai, dan kini juga tanpa perlindungan dari negara. Penabrakan ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanat konstitusi yang menjunjung tinggi hak hidup dan rasa aman bagi setiap warga.
Jika negara terus membiarkan aparat bertindak brutal tanpa konsekuensi, maka tidak hanya hukum yang runtuh, kepercayaan publik pun akan ikut mati. Karena hari ini mungkin seorang ojol yang jadi korban, tapi besok bisa siapa pun dari kita.
Sudah saatnya kita bersuara lebih keras. Sudah saatnya media, masyarakat sipil, dan pemimpin publik menolak pembiaran. Kekerasan bukan solusi. Keadilan harus ditegakkan, dan negara tidak boleh terus abai.(*)
 
      
 
					





 
						 
						 
						 
						