Buat Pernyataan Kontroversial, Aktivis dan Ormas Kompak Kecam Yuliana Rotok

- Penulis

Selasa, 14 Oktober 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Aktivis Pemerhati Taman Nasional Komodo, Marta Muslin Tulis. Foto: ist

Aktivis Pemerhati Taman Nasional Komodo, Marta Muslin Tulis. Foto: ist

LABUAN BAJOINFO.COM –  Pernyataan kontroversial Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Manggarai Barat, Maria Yuliana Rotok yang menyebut masyarakat  3 Desa “numpang” di atas tanah negara memicu polemik di tengah masyarakat.
Kini giliran GP Ansor  Manggarai Barat yang bereaksi. Organisasi Kepemudaan Gerakan Pemuda ANSOR Manggarai Barat menilai pernyataan Yuliana Rotok tidak menghargai kontribusi masyarakat Komodo yang telah lama tinggal dan membayar pajak di wilayah tersebut.
Ketua GP Ansor Manggarai Barat, Rusliadi menjelaskan bahwa masyarakat Komodo merasa pernyataan tersebut tidak adil dan tidak mencerminkan realitas di lapangan.  “Masyarakat telah lama tinggal di pulau Komodo selama berpuluh-puluh tahun, membayar pajak, dan berkontribusi pada pembangunan daerah. Namun, pernyataan seperti ini membuat masyarakat Komodo merasa tidak dihargai,” ujarnya.
Masyarakat Komodo meminta agar pemerintah lebih memperhatikan kebutuhan dan hak-hak mereka sebagai warga negara yang telah memenuhi kewajiban pajak.
“Masyarakat Komodo meminta agar pemerintah lebih memperhatikan kebutuhan dan hak-hak mereka sebagai warga negara yang telah memenuhi kewajiban pajak. Mereka juga meminta klarifikasi dari Kepala Bapenda terkait pernyataannya yang dianggap tidak tepat,” ujarnya.
Rusliadi menegaskan bahwa pernyataan Yuliana Rotok yang menyebut masyarakat Komodo “numpang hidup” di tanah negara telah memicu kontroversi di masyarakat. Banyak yang menilai pernyataan tersebut tidak menghargai hak-hak masyarakat adat.
“Pernyataan seperti ini dapat memperburuk hubungan antara masyarakat dan pemerintah. Kami meminta agar pemerintah lebih bijak dalam mengeluarkan pernyataan,” ujarnya.
“Kami meminta Pemerintah daerah bersikap tegas atas pernyataan Kepala Bapenda yang melukai hati masyarakat adat Komodo serta Masyarakat yang masuk dalam kawasan TNK,” ujarnya.
Sebelumnya, kecaman keras juga disampaikan oleh aktivis pemerhati taman nasional komodo, Marta Muslin Tulis.
Aktivis Pemerhati Taman Nasional Komodo, Marta Muslin Tulis
Aktivis Pemerhati Taman Nasional Komodo, Marta Muslin Tulis. Foto: ist

Pernyataan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Maria Yuliana Rotok yang menyebut masyarakat tiga Desa di Manggarai Barat numpang di tanah negara, mendapat kecaman keras dari publik. Masyarkat meminta agar Yuliana Rotok segera menarik kembali pernyataannya dan meminta maaf kepada publi.

Dikutip dari pemberitaan media Flores
Pos.net yang terbit pada Rabu, 08 Oktober 2025, Yuliana Rotok menyebut bahwa Penduduk 3 desa di Taman Nasional Komodo (TNK) Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) NTT tidak dikenai pajak bumi dan bangunan (PBB), karena mereka tinggal menumpang di tanah negara.
Diksi “menumpang” ini kemudian mendapat sorotan dari  aktivis Pemerhati Taman Nasional Komodo, Marta Muslin Tulis. Ia  mengecam pernyataan tersebut. Ia menilai pernyataan Maria Yuliana Rotok sangat menyakitkan  perasaan masyarakat tiga desa di Manggarai Barat.
Menurut Ica Tulis, sapaan akrab Marta Muslin Tulis bahwa sesungguhnya masyarakat tetap membayar pajak selama ini dan tidak seperti yang dijelaskan oleh Yuliana Rotok.
Ia menjelaskan bahwa jika pernyataan Yuliana Rotok itu benar, maka seharusnya dia memberikan klarifikasi karena masyarakat selama ini ada yang sudah membayar pajak. Karena itu, atas bukti kwitansi pembayaran pajak oleh masyarakat dari tiga desa yang dia sebut numpang ditanah negara, Yuliana Rotok mesti memberikan klarifikasi.
“Kalau ada bukti bayar (dari masyarakat), lalu kepalanya bilang mereka (masyarakat) tidak perlu bayar pajaknya karena numpang, kemana uang yang mereka (sudah) bayar? Berartikan tidak tercatat toh, logikanya begitu,” ujarnya.
Menurut Ica, Yuliana Rotok mesti belajar sejarah tentang masyarakat 3 desa yang berada di dalam kawasan taman nasional komodo.
“Ibu Lelikan baru di Labuan Bajo. Dia juga harus baca sejarah. Negara ini belum ada, Masyarakat Pulau Komodo sudah ada duluan. Masuknya mereka (pemerintah) ke Taman Nasional Komodokan (TNK) itu atas persetujuan mereka (masyarakat 3 desa). Ibu Lely selama ini kurang update . Dia tidak bacalah,” ujarnya.
Ica Tulis meminta supaya ada pemeriksaan di bagian Badan Pendapatan Daerah. Hal ini ia sampaikan, karena masyarakat memegang bukti pembayaran pajak.
“Yang perlu diperiksa yah kantornya (Bapenda). Kemana pajak yang masih bayar (oleh masyarakat) di sana,” ujarnya.
Dikutip dari media Florespos.net, bahwa dalam memberikan keterangannya ke wartawan, Yuli menjelaskan bahwa negara menetapkan TNK sebagai kawasan konservasi. Sehingga warga yang menetap dalam kawasan tersebut tak dikenai PBB, karena tempat yang mereka tinggal adalah tanah negara, meski mereka sudah sekian lama bermukim di sana.

“Yang pasti mereka tidak kena PBB. Mereka tidak berhak untuk jadi pemilik lahan di dalam kawasan, kan? Itu kan milik negara, taman nasional. Ya, kalau itu milik negara, otomatis dia tidak kena PBB,” ujarnya.

Adapun tiga desa yang dimaksud yakni Desa Komodo di Pulau Komodo, Desa Papagarang di Pulau Papagarang, dan Desa Pasir Panjang di Pulau Rinca.

Selain Ica Tulis, Akbar Al Ayyub juga mengkritik pernyataan Leli Rotok.

Dalam cuitan diakun facebook miliknya, Akbar menilai pernyataan Leli Rotok itu lahir dari kurangnya baca jurnal dan kurangnya riser. 

“Kurang baca Jurnal,kurang riset dan kurang memahami sejarah. ngomong yang penting. yang penting ngomong. Begini pejabat kita?,” ujarnya sebagaimana dikutip dari akun facebooknya Akbar Al Ayyub.

Akbar juga merilis catatan sejarah keberadan Pulau Komodo dan penduduknya.

 • 1910-an – Pemerintah kolonial Belanda mulai mencatat keberadaan Pulau Komodo dan penduduknya.

 • 1926 – Peneliti Belanda, Peter A. Ouwens, mendeskripsikan Varanus komodoensis (komodo) secara ilmiah.

 • 1950-an–1960-an – Desa Komodo mulai dikenal sebagai kampung nelayan kecil dengan rumah-rumah panggung.

 • 1980 – Resmi masuk wilayah Taman Nasional Komodo (TNK).

 • 2000-an hingga kini – Desa Komodo menjadi desa wisata konservasi dengan fokus menjaga habitat satwa dan tradisi lokal.

“Sejak kapan negara ini memiliki tanah? Tahun berapa indonesia merdeka?,” ujarnya.

Berita Terkait

TK Taman Seminari Sta, Faustina Sok Rutung Tampil Memukau Dalam Acara Temu Sekami Se-Keuskupan Labuan Bajo
Yuliana Rotok: Saya Tidak Menyebut Menumpang, Itu Bahasa Konfirmasi Wartawan
Kepala Bapenda Mabar, Lely Rotok Dikecam Aktivis dan Masyarakat
Dukung Pelestarian Budaya Manggarai,  Fraksi PKB Buktikan Program Revitalisasi Mbaru Gendang 
Mawatu Resmikan Bioskop Pertama di Flores, Tawarkan Gaya Hidup Baru di Labuan Bajo
Dorong Pemberdayaan UMKM Manggarai Timur, Senator Stevi Harman Serahkan Mesin Perajang Singkong
Usai Menulis Berita Perselingkuhan Kepala Bank NTT dengan Stafnya, Wartawan Diteror
Kepala Cabang Bank NTT Labuan Bajo Diduga Selingkuh Dengan Stafnya, Boy: Itu Fitna dan Saya Bersumpah

Berita Terkait

Minggu, 19 Oktober 2025 - 19:29 WITA

TK Taman Seminari Sta, Faustina Sok Rutung Tampil Memukau Dalam Acara Temu Sekami Se-Keuskupan Labuan Bajo

Rabu, 15 Oktober 2025 - 11:58 WITA

Yuliana Rotok: Saya Tidak Menyebut Menumpang, Itu Bahasa Konfirmasi Wartawan

Selasa, 14 Oktober 2025 - 22:28 WITA

Buat Pernyataan Kontroversial, Aktivis dan Ormas Kompak Kecam Yuliana Rotok

Minggu, 12 Oktober 2025 - 21:26 WITA

Dukung Pelestarian Budaya Manggarai,  Fraksi PKB Buktikan Program Revitalisasi Mbaru Gendang 

Senin, 1 September 2025 - 12:35 WITA

Mawatu Resmikan Bioskop Pertama di Flores, Tawarkan Gaya Hidup Baru di Labuan Bajo

Berita Terbaru

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Manggarai Barat, Yuliana Rotok. Foto: Labuanbajoinfo.com

PARIWISATA

Pemda Mabar Gandeng KPK Temui Dirjen Kemenhub Bahas Hal Ini

Rabu, 29 Okt 2025 - 08:42 WITA