Kepala Bapenda Mabar, Lely Rotok Dikecam Aktivis dan Masyarakat

- Penulis

Selasa, 14 Oktober 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kwitansi bukti pembayaran pajak. Foto:ist

Kwitansi bukti pembayaran pajak. Foto:ist

LABUAN BAJOINFO.COM – Pernyataan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Maria Yuliana Rotok yang menyebut masyarakat tiga Desa di Manggarai Barat numpang di tanah negara, mendapat kecaman keras dari publik. Masyarkat meminta agar Yuliana Rotok segera menarik kembali pernyataannya dan meminta maaf kepada publik.

Dikutip dari pemberitaan media Flores
Pos.net yang terbit pada Rabu, 08 Oktober 2025, Yuliana Rotok menyebut bahwa Penduduk 3 desa di Taman Nasional Komodo (TNK) Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) NTT tidak dikenai pajak bumi dan bangunan (PBB), karena mereka tinggal menumpang di tanah negara.
Diksi “menumpang” ini kemudian mendapat sorotan dari  aktivis Pemerhati Taman Nasional Komodo, Marta Muslin Tulis. Ia  mengecam pernyataan tersebut. Ia menilai pernyataan Maria Yuliana Rotok sangat menyakitkan  perasaan masyarakat tiga desa di Manggarai Barat.
Menurut Ica Tulis, sapaan akrab Marta Muslin Tulis bahwa sesungguhnya masyarakat tetap membayar pajak selama ini dan tidak seperti yang dijelaskan oleh Yuliana Rotok.
Kwitansi bukti pembayaran pajak
Kwitansi bukti pembayaran pajak. Foto:ist

Ia menjelaskan bahwa jika pernyataan Yuliana Rotok itu benar, maka seharusnya dia memberikan klarifikasi karena masyarakat selama ini ada yang sudah membayar pajak. Karena itu, atas bukti kwitansi pembayaran pajak oleh masyarakat dari tiga desa yang dia sebut numpang ditanah negara, Yuliana Rotok mesti memberikan klarifikasi.

“Kalau ada bukti bayar (dari masyarakat), lalu kepalanya bilang mereka (masyarakat) tidak perlu bayar pajaknya karena numpang, kemana uang yang mereka (sudah) bayar? Berartikan tidak tercatat toh, logikanya begitu,” ujarnya.
Menurut Ica, Yuliana Rotok mesti belajar sejarah tentang masyarakat 3 desa yang berada di dalam kawasan taman nasional komodo.
“Ibu Lelikan baru di Labuan Bajo. Dia juga harus baca sejarah. Negara ini belum ada, Masyarakat Pulau Komodo sudah ada duluan. Masuknya mereka (pemerintah) ke Taman Nasional Komodokan (TNK) itu atas persetujuan mereka (masyarakat 3 desa). Ibu Lely selama ini kurang update . Dia tidak bacalah,” ujarnya.
Ica Tulis meminta supaya ada pemeriksaan di bagian Badan Pendapatan Daerah. Hal ini ia sampaikan, karena masyarakat memegang bukti pembayaran pajak.
“Yang perlu diperiksa yah kantornya (Bapenda). Kemana pajak yang masih bayar (oleh masyarakat) di sana,” ujarnya.
Dikutip dari media Florespos.net, bahwa dalam memberikan keterangannya ke wartawan, Yuli menjelaskan bahwa negara menetapkan TNK sebagai kawasan konservasi. Sehingga warga yang menetap dalam kawasan tersebut tak dikenai PBB, karena tempat yang mereka tinggal adalah tanah negara, meski mereka sudah sekian lama bermukim di sana.

“Yang pasti mereka tidak kena PBB. Mereka tidak berhak untuk jadi pemilik lahan di dalam kawasan, kan? Itu kan milik negara, taman nasional. Ya, kalau itu milik negara, otomatis dia tidak kena PBB,” ujarnya.

Adapun tiga desa yang dimaksud yakni Desa Komodo di Pulau Komodo, Desa Papagarang di Pulau Papagarang, dan Desa Pasir Panjang di Pulau Rinca.

Selain Ica Tulis, Akbar Al Ayyub juga mengkritik pernyataan Leli Rotok.

Dalam cuitan diakun facebook miliknya, Akbar menilai pernyataan Leli Rotok itu lahir dari kurangnya baca jurnal dan kurangnya riser. 

“Kurang baca Jurnal,kurang riset dan kurang memahami sejarah. ngomong yang penting. yang penting ngomong. Begini pejabat kita?,” ujarnya sebagaimana dikutip dari akun facebooknya Akbar Al Ayyub.

Akbar juga merilis catatan sejarah keberadan Pulau Komodo dan penduduknya.

 • 1910-an – Pemerintah kolonial Belanda mulai mencatat keberadaan Pulau Komodo dan penduduknya.

 • 1926 – Peneliti Belanda, Peter A. Ouwens, mendeskripsikan Varanus komodoensis (komodo) secara ilmiah.

 • 1950-an–1960-an – Desa Komodo mulai dikenal sebagai kampung nelayan kecil dengan rumah-rumah panggung.

 • 1980 – Resmi masuk wilayah Taman Nasional Komodo (TNK).

 • 2000-an hingga kini – Desa Komodo menjadi desa wisata konservasi dengan fokus menjaga habitat satwa dan tradisi lokal.

“Sejak kapan negara ini memiliki tanah? Tahun berapa indonesia merdeka?,” ujarnya.

Berita Terkait

TK Taman Seminari Sta, Faustina Sok Rutung Tampil Memukau Dalam Acara Temu Sekami Se-Keuskupan Labuan Bajo
Yuliana Rotok: Saya Tidak Menyebut Menumpang, Itu Bahasa Konfirmasi Wartawan
Buat Pernyataan Kontroversial, Aktivis dan Ormas Kompak Kecam Yuliana Rotok
Dukung Pelestarian Budaya Manggarai,  Fraksi PKB Buktikan Program Revitalisasi Mbaru Gendang 
Mawatu Resmikan Bioskop Pertama di Flores, Tawarkan Gaya Hidup Baru di Labuan Bajo
Dorong Pemberdayaan UMKM Manggarai Timur, Senator Stevi Harman Serahkan Mesin Perajang Singkong
Usai Menulis Berita Perselingkuhan Kepala Bank NTT dengan Stafnya, Wartawan Diteror
Kepala Cabang Bank NTT Labuan Bajo Diduga Selingkuh Dengan Stafnya, Boy: Itu Fitna dan Saya Bersumpah

Berita Terkait

Minggu, 19 Oktober 2025 - 19:29 WITA

TK Taman Seminari Sta, Faustina Sok Rutung Tampil Memukau Dalam Acara Temu Sekami Se-Keuskupan Labuan Bajo

Rabu, 15 Oktober 2025 - 11:58 WITA

Yuliana Rotok: Saya Tidak Menyebut Menumpang, Itu Bahasa Konfirmasi Wartawan

Selasa, 14 Oktober 2025 - 22:28 WITA

Buat Pernyataan Kontroversial, Aktivis dan Ormas Kompak Kecam Yuliana Rotok

Minggu, 12 Oktober 2025 - 21:26 WITA

Dukung Pelestarian Budaya Manggarai,  Fraksi PKB Buktikan Program Revitalisasi Mbaru Gendang 

Senin, 1 September 2025 - 12:35 WITA

Mawatu Resmikan Bioskop Pertama di Flores, Tawarkan Gaya Hidup Baru di Labuan Bajo

Berita Terbaru

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Manggarai Barat, Yuliana Rotok. Foto: Labuanbajoinfo.com

PARIWISATA

Pemda Mabar Gandeng KPK Temui Dirjen Kemenhub Bahas Hal Ini

Rabu, 29 Okt 2025 - 08:42 WITA